“Disini kami berdiri diambang subuh jaman baru, zaman yang akan membawakan terang ke seluruh tanah air. Dan sekali jaman itu terbit, akan lebih banyak dituntut perjuangan, penderitaan, berperang dan memenangkannya”
—Kartini, Een Gouverneur-Generaalsda
Surat Kartini begitu tepat. Ia telah mengerjakan sesuatu yang begitu berharga bagi bangsa ini. Ia menubuahkan adanya kebebasan, sebuah yang lapang. Kartini adalah seonggok sejarah yang menjadi inspirasi kita untuk merdeka, tepatnya bebas.
Tepat 23 Januari 1942, Nani Wartabone, Kusno Danupoyo, Ali Bachmid dan kawan-kawan telah menubuahkan subuh jaman baru itu. Gorontalo kita ini genap berusia 77 tahun. Banyak hal yang telah terjadi, banyak hal yang telah dilakukan. Di samping itu, banyak pula kenangan dan kepahitan yang telah kita lalui bersama. Kita dan sebagian besar rakyat Gorontalo telah berada dalam strip kebebasan yang telah lama kita nantikan. Kebebasan yang juga kemerdekaan adalah tanah air dan laut semua suara, kata Toto Sudarto Bachtiar.
Mereka, pejuang tanah ini, di 77 tahun yang lalu pernah bersama melahirkan ‘ambang subuh jaman baru’. Nani yang Gorontalo, Kusno yang Jawa, Ali yang Arab, Kalengkongan yang Minahasa dan banyak bangsa lainnya, di tengah kepedihan himpitan colonial, telah melewati “ambang subuh jaman baru” ini dengan penuh lebam.
Semenjak Matoduladaa, Eyato, Botutihe hingga Nani Wartabone, telah banyak pejuang tanah ini dipenjarakan, hilang tak tentu rimbanya, atau diterjang peluru tajam karena berpikir merdeka, mereka saling genggam tangan, coba satukan suara dan pikiran, lalu melangkah maju. Mereka berjuang hingga berkalang tanah. Tujuan mereka hanya satu; ‘tirani harus tumbang!’
Pun ketika kita memasuki Orde Lama yang durjana kita lewati, kita mempererat genggaman jari. Hingga dimana kita mesti melewati Orde Baru yang penuh dusta, kita dengan keyakinan menjanjikan bahwa kemerdekaan adalah hak kita, bangsa Gorontalo.
Hingga pada 23 Januari 2000, kemerdekaan ini harus dipekikkan kembali. Sejak itu banyak ibu relakan uang beli susu anaknya untuk membayar ongkos pembentukan Provinsi, sejak derap kaum muda (Presnas, KP3G, HPMIG, HMI dan berbagai organisasi kaum muda dan masyarakat) menggetarkan jalan-jalan utama dengan ‘bergerak dan bersatu, mendirikan Gorontalo baru’. Dan dikala yang silam itu, kita pernah buka paksa gembok jeruji pagar RRI untuk menyiarkan kemerdekaan jilid dua ini. Kita kuasai ruang-ruang terbuka dan penuhi mereka dengan impian dan harapan kita tentang Provinsi Gorontalo. Kita berkejaran dengan aparat. Kita ditelikung politisi oportunis (yang ingin menggagalkan provinsi) dan jengkal demi jengkal mereka terdesak ke pinggir. Di lubuk hati terdalam kita percaya bahwa Tuhan berpihak pada kemanusiaan dan demokrasi. Dan, seketika itulah Gorontalo secara administratif mampu menjejakkan identitas di negeri yang bernama Indonesia. Kita membukukan sejarah pemekaran tanpa tumpahan darah. Kita melalui itu dengan sungguh hati dan tekad yang kuat.
Tentu, penulis tidak sedang mengajak Anda sekadar bernostalgia masa lalu. Kronik yang baru disampaikan mengandung pertanyaan tak terhingga. Kita baru sadar bahwa saat ini kita sedang ditelikung oleh kekuatan-kekuatan yang memanfaatkan sepenuhnya ruang-ruang yang sudah kita buka dengan susah payah, kekuatan-kekuatan yang selalu berniat memenjarakan pikiran dan tubuh kita.
Bagi kita sekalian, proses selama 77 tahun ini tak bisa dilewatkan begitu saja. Ada banyak peristiwa, ada kisah, ada memori, ada darah dan juga air mata. 77 tahun bukan usia yang singkat. Ada puluhan pemilu, ada 4 kali pilgub, ada belasan kali pilkada di tingkat kabupaten/kota. Ada beberapa gubernur dan wakil gubernur, ada beberapa bupati dan wakil bupati serta puluhan hingga ratusan anggota legislatif yang dilahirkan dalam kurun waktu ini. Ada puluhan profesor dan ratusan doktor serta ribuan master dan puluhan ribu sarjana yang lahir setelah 77 tahun berjalan.
Dalam kurun waktu itu, ada puluhan triliun yang mengalir dan membasahi tanah ini. Tanah ini dikunjungi berkali kali oleh presiden dan wakil presiden Indonesia dan ratusan kali kunjungan menteri. Pun ada ribuan studi banding pemerintah daerah ke jazirah ini. Hingga puluhan dan bahkan ratusan ribu manusia datang ke Gorontalo baik sebagai wisatawan maupun urusan lainnya. Selama ini pula, Gorontalo telah memproduksi jutaan ton beras dan jagung serta hasil bumi lainnya. Gorontalo juga telah memproduksi banyak hasil ternak, juga jutaan ton hasil laut.
Pada 77 tahun yang berjalan ini, bermilyar milyar paket data internet dan pulsa yang telah dihabiskan, jutaan daya listrik yang telah terpakai, hingga milyaran meter kubik air yang telah habis untuk segala keperluan. Disisi lain, ada ratusan ribu hektar hutan telah dikonversi menjadi areal perkebunan sawit, tambang dan tanaman industri lainnya.
Pada saat yang sama, selama kurun waktu ini, ribuan anak berada dalam kondisi gizi buruk, puluhan ribu anak yang putus sekolah, ratusan ribu anak yang tidak menikmati pendidikan yang berkualitas. Dalam pada itu, ribuan remaja mengkonsumsi narkoba, ribuan remaja yang melakukan seks bebas, puluhan hingga ratusan ribu lainnya dengan gaya hidup yang mengkhawatirkan.
Lebih miris lagi jika kita membaca data mengenai puluhan milyar kerugian keuangan negara yang hangus dibakar nafsu, hingga ribuan orang terlibat kasus korupsi. Selama ini pula, ratusan orang kehilangan nyawa, ribuan lainnya harus masuk tahanan karena kasus kriminal. Serta puluhan ribu liter minuman keras yang telah membasahi tenggorokan manusia Gorontalo. Hingga pada titik 77 tahun berjalan, jumlah jamaah masjid berkurang drastis, jumlah yang menghadiri majelis taklim pun makin turun.
Setelah 77 tahun, sepertinya banyak kisah dan peristiwa yang telah kita lalui. Banyak lorong kehidupan yang kita lewati, baik gelap maupun terang. Semua bercampur keharuan dalam menjalani 77 tahun Provinsi Gorontalo. Setelah 77 tahun ini, banyak hal yang bisa kita banggakan, tapi hampir setara dengan apa yang membuat kesal.
Tentu, saya tidak sedang mengajak Anda sekadar bernostalgia. Kronik yang baru saya sampaikan mengandung kenyataan dan pertanyaan tak terhingga. Kita baru sadar bahwa saat ini kita sedang ditelikung oleh kekuatan-kekuatan yang memanfaatkan sepenuhnya ruang-ruang yang sudah kita buka dengan susah payah, kekuatan-kekuatan yang selalu berniat memenjarakan pikiran dan tubuh kita.
Saya mengajukan kenyataan ini karena saya melihat bahwa gagasan-gagasan yang kita tawarkan dalam proyek masa depan Gorontalo berbenturan dengan sikap curang sebagian orang yang hendak memperdagangkan apa yang kita cita-citakan dulu. Mereka menelikung kita di tikungan administrasi, prosedur demokrasi. Mereka membabat harapan kita dengan kekuatan modal yang bergelimang. Kita, secara tidak langsung telah membiarkan mereka mengoyak-ngoyak kain renda masa depan tanah ini. Sekelompok manusia bengis memanfaatkan kesusahan kita membuka jeruji kebebasan ini.
Leave a Reply