funco.id

Work, Struggle, and Pray

Kronik Pemuda

Pemuda di Masa 1.0

Pada 1908 silam, saat pemuda mengambil alih pergerakan untuk memerdekakan Indonesia, banyak yang merasa pesimis dan ragu tentang potensi kaum muda. Pun begitu saat mencapai puncak klimaks pertama di tahun 1928. Ada semacam keraguan tentang kemungkinan kaum muda bisa mengorganisasi Indonesia untuk merdeka. Namun, pesimisme itu berganti dengan optimisme saat derap kaum muda bersatu dengan akumulasi energi dari Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Borneo dan utamanya Jawa. Tujuannya sederhana; Indonesia Merdeka. Pemuda era itu adalah Pemuda 1.0.

Sesaat setelah Sumpah Pemuda 1928, pun ketika banyak pemuda mulai membangun organisasi politik sebagai bagian dari perlawanan pada kolonial, ada juga organisasi-organisasi yang didirikan untuk menggelorakan semangat kepemudaan. Pada pokoknya, Indonesia harus bersatu, kaum muda harus terus bergerak. Lahirlah tokoh muda seperti Soekarno, Hatta, Yamin, Tan Malaka dan banyak kaum muda pejuang lainnya. Mereka tidak saja sebagai pemuda, mereka juga adalah pejuang. Mereka mempersiapkan dengan sesingkat mungkin Indonesia ini. Tokoh-tokoh muda ini mampu menyingkirkan ego kedaerahan; Jawa vs Luar Jawa. Apalagi hanya ego sesaat; politik.

Mereka melebur dalam derap semangat yang luar biasa. Mereka diikat oleh harapan akan masa depan bangsa ini. Dan, pada akhirnya, dari tangan mereka Indonesia lahir. Merah putih dikibarkan. Pasca Indonesia diproklamirkan, pun mereka turut serta dalam membingkai lahirnya negara baru. Negara yang lahir dari campur tangan kaum muda. Indonesia menurut Bennedict Anderson adalah akumulasi imajiner. Kumpulan harapan dan cita-cita. Bukan karena “aku”, tapi karena “kita”.

Pemuda di Masa 2.0

Pasca negara berdiri tegak, kekuasaan pun dibagi dan didistribusikan secara merata walaupun tidak semua bisa adil. Ada yang masuk dalam barisan birokrasi negara seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir dan lainnya. Ada pula Kartosoewiryo yang membangun harapan dari perspektif Islam yang konservatif. Dalam bagian lain, ada juga sosok Tan Malaka yang menggelorakan semangat sosialisme dalam ber-Indonesia. Mereka beradu gagasan, hingga beberapa dari mereka merelakan batang lehernya ditebas, dada diterjang peluru hingga hilang dari sejarah Indonesia. Mereka berbeda bukan karena harapan mereka beda, mereka berbeda soal sudut pandang. Tapi semuanya hanya untuk menegakkan Indonesia. Mereka berbeda bukan karena Indonesiannya, tapi karena sudut pandang dan metode ber-Indonesia. Perbedaan ini yang menjadi dinamika era Pemuda 2.0.

Pemuda di Masa 3.0

Orde Lama yang lalu dialami pun membentuk dua pendekatan yang ekstrim. Hatta tersingkir. Sjahrir lenyap. Kartosoewiryo tewas. Hingga lahirlah kaum muda lapisan baru kala itu seperti Nyoto, Aidit dan kawan-kawan sewarnanya yang bisa melingkari kekuasaan. PKI yang terkenal dengan semangat kepemudaannya pun bisa meraih posisi ke 4 dalam Pemilu 1955. Mereka ditopang oleh Gerwani yang giat.

Namun, Orde Lama yang frustasi ini akhirnya harus tumbang pula oleh semangat pemuda yang anti komunis. Mereka tumban oleh kaum muda yang lebih enerjik. Pergerakan mahasiswa 1966 adalah semangat kepemudaan dengan ideologi nasional-religius, yang berhadap-hadapan dengan ideologi komunis yang “sempat” mengitari kekuasaan negara.

Orde Baru pun lahir dengan semangat yang lebih kencang. Pembangunan dimulai dan digiatkan. Kaum muda yang dulunya merangsek dan menumbangkan Orde Lama lalu masuk ke lingkarang kekuasaan. Menabur kerja baru untuk Indonesia yang berkelanjutan. Semua afiliasi kepemudaan coba direkatkan dalam satu gerbong dan golongan; Golongan Karya. Semua menjadi kuning, semangat menuju Indonesia Emas.

Sudut pandang Orde saat itu yang mencoba menyeragamkan segala sesuatu tidak beroleh sahutan yang serempak. Ada perlawanan-perlawanan kaum muda yang dimulai kecil-kecilan hingga akhirnya menjadi besar dan serentak. Malari di awal 70-an adalah awal protes kolektif kaum muda. Petisi yang mulai banyak digaungkan. Hingga mulai mencari titik temu dan jalan keluar; Orde Baru mesti runtuh.

Orde Baru yang durjana lalu tamat. Mahasiswa se Indonesia yang dalam semangat reformasi menjadi penggerak utama robohnya rezim yang bercokol selama 32 tahun. Soeharto yang sedemikian rupa menyatukan Orde mesti pamit di media 1998. Habibie yang menggantikan tak bisa mampu berbuat banyak karena dianggap pewaris rezim. Kaum muda terus bergerak, menerjang badai, membuka tabir reformasi dan kemudian berbuah hasil; Otonomi Daerah.

Kaum muda yang awalnya bergerak di jalanan, lalu kemudian berpindah ke jalur politik dan kekuasaan. Pemilu 1999 adalah awal masuknya kaum muda ke lingkar kekuasaann hingga berlanjut pada pemilihan kepala daerah yang digagas mulai 2005. Kaum muda yang dulunya berpeluh keringat di jalanan, kini mulai adem dengan ruangan ber-AC, menikmati perjalanan dinas, menang di papan proyek hingga kemudian banyak yang tersangkut kasus korupsi. Dinamika ini tak berubah hingga memasuki periode 2010-2014 pada putaran ketiga pemilu dan pilkada.

Transformasi kaum muda dari mahasiswa menjadi aktivis lalu memilih menjadi politisi atau pengusaha sepertinya adalah potret dari pergerakan kaum muda pasca Indonesia merdeka. DNA ini terbentuk oleh semangat membangun Indonesia dalam satu sudut pandang. Bahwa politik adalah panglima untuk mengubah wajah Indonesia, walaupun tidak berubah terlalu banyak. Frame ini adalah frame kepemudaan 3.0

Pemuda di Masa 4.0

Namun, setelah generasi muda kelahiran 80-90 mulai masuk dan berbagi ruang dengan generasi sebelumnya, mulai ada pendekatan yang lebih transformatif. Ada semangat baru dalam membangun Indonesia. Lahirlah talenta muda seperti Nabiel Makarim yang menginisiasi lahirnya Gojek hingga menjadi Indonesia Unicorn, begitu juga Ahmad Zaky yang membangun Bukalapak, dan banyak model membangun negara dari sudut pandang digital. Traveloka, Lazada, Ruang Guru, Kitabisa, Turun Tangan, Indonesia Mengajar, 1000 Guru, dan banyak model “membangun Indonesia” lainnya adalah “protes” terhadap konstruksi generasi muda di era sebelumnya yang terlalu dominan merepresentasi kaum muda hanya melalui jalur politik.

Mereka pejuang muda hari ini bergerak dan terus maju untuk Indonesia begitu cepat beradaptasi dengan Revolusi Industri 4.0. Mereka begitu paham dan cergas dalam memanfaatkan ruang dan potensi digital serta paradigma kaum muda di era kekinian. Mereka cukup paham bahwa kaum muda hari ini dan kaum muda sebelumnya berbeda di takaran soal memahami Indonesia.

Takaran kaum muda hari ini banyak bisa kita saksikan di ruang-ruang mall, gamenet, café, dan parkiran-parkiran. Takaran kaum muda hari ini lebih pada giatnya kompetensi PUBG, Mobile Legend. Takaran mereka hari ini adalah soal kompetisi jumlah followers dan like di Instagram, jumlah like di Facebook, jumlah viral atas postingan yang mereka buat. Takaran kaum muda hari ini adalah bagaimana soal menikmati kopi single origin, espresso, green tea latte, share tea dan banyak varian minuman lainnya. Takaran kaum muda hari ini adalah soal seberapa banyak dikejar polisi jika balapan motor dijalan umum, juga seberapa sering bisa menggunakan merek-merek ternama dari Factory Outlet yang bertebaran. Ini adalah sebagian besar takaran kaum muda Indonesia kekinian.

Walaupun, pada sudut yang sunyi, ada beberapa kelompok kaum muda yang giat berbagi donasi untuk kalangan tak mampu, ada yang menginisiasi berbagi darah untuk pasien yang sekarat, ada pula yang meluangkan waktu menjadi pengajar di pulau-pulau yang jauh dari gemerlap kota. Pun ada pula dari takaran yang besar itu yang mulai membangun usaha minimal dalam gerakan berdaya, ada juga yang jatuh bangun membangun startup digital. Semua ini adalah untuk Indonesia zaman now. Zaman yang penuh angkara. Sudut pandang ber-Indonesia ini adalah semangat kaum muda 4.0.

Kaum Muda Masa Depan?

Setelah jatuh bangun, ditelan bumi hingga berdarah-darah dalam setiap lipatan zaman dan rezim. Tantangan kepemudaan ke depan adalah tantangan yang ekstrim. Kaum muda Indonesia kedepan adalah penentu, walaupun juga banyak diantara itu yang mesti ditentukan oleh situasi.

Pada zaman di akan datang dengan tantangan yang lebih beragam dan cukup berat. Menyiapkan kaum muda yang penuh talenta, memiliki semangat ke-Indonesiaan yang lebih tinggi dan gesti serta memiliki akhlak yang kuat adalah tantangan generasi hari ini. Di antara tantangan itu antara lain adalah; Pertama, kita menghadapi kemungkinan bonus demografi di 10-15 tahun akan datang, kondisi kaum muda yang ‘visinya’ berantakan perlu untuk disimulasi san diberi arah. Kesiapan kaum muda yg memiliki kapasitas pengetahuan dan keterampilan tinggi menjadi prasyarat untuk bisa survive di 10-15 tahun akan datang.

Kedua, ruang ekonomi kreatif yang selama ini ‘kosong’ sudah mesti diisi dan diwarnai. Beberapa kaum muda memang terlibat aktif dan telah menghasilkan produk kreatif untuk Indonesia. Tinggal secara kelembagaan perlu ada keseriusan. Badan Ekonomi Kreatif yang kini digagas sepertinya perlu dirangsang lagi untuk bisa membangun secara lebih menyeluruh, tidak hanya di level kota, tapi juga desa.

Ketiga, ruang politik yang sesak mesti diwarnai dengan visi yang ‘high politics’, bukan lagi untuk sekedar arena kontestasi perebutan resources. Keempat, ruang kultural yang selama ini terbiarkan dan terkesan dijauhi kaum muda, mendesak untuk mem-framing kembali gerakan kultural yang lebih holistik. Perilaku konsumsi kaum muda sudah berada di ambang krisis. Belum lagi dengan mentalitas dan etika yang mulai keropos oleh tantangan zaman. Kelima, isu regional dan internasional yang selama ini diabaikan perlu untuk dirambah, posisi geopolitik di kawasan Asia Pasifik, Laut Cina Selatan, Asean dan pendekatan geostrategic lainnya adalah penting untuk dikerangkai dan dikelola.

Keenam, isu gerakan sosial kaum muda yang selama beberapa kepemimpinan terakhir terkesan pasif. Genting untuk menyegerakan agenda gerakan sosial sebagai medium untuk advokasi dan partisipasi kaum muda. Model new social movement yang kini mulai lahir dan tumbuh perlu untuk segera diperluas ke setiap pelosok. Ketujuh, naiknya angka kaum muda yang terlibat di media sosial mesti dikelola untuk memperkuat agenda gerakan sosial baru untuk meningkatkan partisipasi politik kaum muda.

Kedelapan, kesadaran sebagai masyarakat sipil yang rendah (hasil riset IGI 2013) perlu diseriusi, ini poin yang kritis di saat keterlibatan kaum muda sebagai warga negara semakin turun. Kesembilan, kita memiliki indeks persepsi korupsi yang kurang bagus. Partisipasi kaum muda yg aktif melawan korupsi termasuk rendah. Agenda penguatan integritas kaum muda perlu diseriusi.

Pelbagai poin di atas adalah penting untuk segera dirumuskan dan dikelola, bukan sebagai agenda elektoral semata, tapi juga sebagai agenda bangsa dan negara. Ikhtiar ini penting untuk dibangkitkan agar kaum muda diberkahi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *