Idul Adha menjadi semacam hari penantian bagi seluruh umat Muslim. Hari suci itu seluruh umat Muslim bangga melaksanakan ritual yang ada dalam Idul Adha, yang salah satunya diidentikkan dengan memotong hewan kurban, baik sapi, kambing dan domba.
Hampir seluruh umat muslim mengkonsumsi daging di hari itu dan beberapa hari kedepannya. Banyak postingan di media sosial yang bahagia dengan “pesta makan daging”, namun ada juga beberapa postingan yang “khawatir” dengan konsumsi daging, bahkan ada yang menyiapkan obat-obatan sebelum mengkonsumsi daging.
Konsumsi daging di Idul Adha ini selain membahagiakan, juga membuat hati miris. Mirisnya karena Indonesia yang kita diami ini adalah termasuk negara dengan tingkat konsumsi daging yang rendah di dunia. Masyarakat Indonesia hanya mengkonsumsi daging 11 kg per tahun atau 5.3 % pertahun.
Tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia ini masih lebih rendah dari negara India sebesar 7.8 %/tahun. Padahal India yang rata-rata penduduknya beragama Hindu memiliki tingkat konsumsi daging rendah. Hal ini dipengaruhi oleh norma adat masyarakat Hindu yang menganggap sapi merupakan hewan sakral. Namun tingkat konsumsi daging di Indonesia masih lebih rendah dari negara-negara di Asean, misalnya Malaysia 52 kg per tahun, Filipina 33 kg per tahun dan Thailand 25 kg per tahun.
Akan lebih timpang jika membandingkan tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia dengan negara lain seperti Amerika Serikat 120 kg per tahun, Australia 115 kg per tahun, Bahama 109 kg per tahun, Luxemburg 107 kg per tahun, termasuk Israel 86 kg per tahun.
Jika dijabarkan lebih detail, tingkat konsumsi di Indonesia akan lebih timpang lagi sebab tingkat konsumsi daging di perkotaan 6.1 % dan mirisnya di pedesaan hanya 3.8 %. Padahal, jika dilihat lebih detail kebutuhan protein (lihat gambar di atas), maka konsumsi daging semestinya berada di kisaran 5-6 ons perharinya.
Bagi orang Indonesia, makan daging adalah perilaku istimewa karena harga daging yang cukup mahal. Apalagi jika melihat pendapatan per-kapita orang miskin di Indonesia yang sulit untuk mengkonsumsi daging dalam sebulan.
Oleh karena itu, momentum Idul Adha sangat membahagiakan bagi orang Indonesia, karena semua orang bisa makan daging tanpa melihat status ekonomi. Tetapi di sisi lain, Idul Adha hanya sehari dalam setahun. Untuk meningkatkan konsumsi daging selama setahun, perlu kontrol penuh pemerintah dalam mengatur harga daging yang bisa melambung hingga 120 rb/kg. Apalagi banyak permainan harga daging, yang konsekuensinya untuk memuluskan impor daging.
Jika merujuk riset tirto.id, bisa ditarik benang merahnya ke belakang, kasus-kasus korupsi terkait impor daging sapi tak terlepas dari upaya pengendalian kuota impor daging sapi pada 2011. Pemerintah waktu itu ingin mencapai target swasembada daging sapi pada 2014, meski pada akhirnya belum pernah kesampaian hingga kini. Saat itu, para importir mulai terusik, hingga melahirkan kasus korupsi kuota impor daging sapi di 2013.
Ujungnya, program swasembada yang gagal total hingga kemudian memunculkan kebijakan pengendalian harga dengan mencari sumber impor alternatif. Problem inilah yang memperkuat dugaan kartel daging sapi impor.
Karena itu, sampai kapanpun, dengan model kebijakan seperti ini, Indonesia tetap akan menjadi negara terendah dalam hal mengkonsumsi daging di dunia. Di sisi lain, perintah Nabi soal mengkonsumsi daging adalah semacam keutamaan. Nabi bersabda, “Peliharalah (manfaatkan) oleh kalian domba karena di dalamnya terdapat barakah.” (HR Ahmad).
Nabi Muhammad SAW di lain kesempatan juga bersabda, “Tidaklah seorang Nabi diutus melainkan ia menggembala domba. Para sahabat bertanya, apakah engkau juga? Beliau menjawab, iya, dahulu aku menggembala domba penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.” (HR. Bukhari).
Artinya, dalam sejarah kenabian, hampir semua Nabi mengkonsumsi daging, khususnya domba, sebab protein yang tinggi ada pada daging domba. Konsumsi protein tinggi tentu berkorelasi positif dengan kecerdasan. Sebab semua Nabi pastilah cerdas, karena harus menjalani perintah-Nya dalam mengelola pemerintahan dan memimpin umat di zamannya masing-masing, serta mencerdaskan umatnya.
Leave a Reply