funco.id

Work, Struggle, and Pray

Gorontalo Dalam Darurat Literasi

Setiap tanggal 2 Mei, rakyat Indonesia selalu memperingati Hari Pendidikan Nasional. Kita menyambut hari ini sebagai hari bentuk penghargaan Pemerintah atas jasa Ki Hadjar Dewantara yang telah mempelopori sistem pendidikan nasional berbasis kepribadian dan kebudayaan nasional. Semua orang di Gorontalo, khususnya siswa dan guru serta penyelenggara pendidikan turut serta dengan khidmat melaksanakan upacara bendera.

Di Satu sisi, peringatan ini menjadi kurang khidmat dalam merawat ingatan kita pada perjuangan Ki Hajar Dewantara. Data riset Pusat Penelitian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puspendik Kemendikbud) menyebutkan bahwa ada kecenderungan rendahnya kompetensi (literasi) siswa sekolah dasar di Gorontalo.

Riset tersebut adalah Indonesian National Assessment Program (INAP). Tujuannya untuk melakukan pemetaan, diagnostik, dan evaluasi terhadap literasi, baik peta literasi maupun determinan tingkat literasi di seluruh Indonesia. Saat ini, INAP juga telah dikembangkan menjadi AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia) untuk level SMP.

Pada riset INAP untuk Gorontalo menunjukkan hal yang mencengangkan. Pada 2016, literasi matematika siswa SD merah total. Sekitar 82,28 persen siswa SD di Gorontalo memiliki kompetensi matematika yang sangat rendah (kurang), sebesar 16.39 persen dinilai cukup dan hanya 1.33 persen yang berkategori baik. Hal ini cenderung dibawah rata-rata nasional dengan kompetensi matematika yang rendah berada pada 77.13%, sedangkan untuk rata-rata nasional kompetensi matematika yang cukup berada pada angka 20.58%, untuk yang baik berada pada 2.29%. Artinya bahwa literasi matematika di Gorontalo di bawah angka nasional.

Jika kita lihat pada bagian literasi membaca, literasi membaca siswa SD di Gorontalo juga merah total. Sekitar 74.16% siswa SD di Gorontalo memiliki kompetensi membaca yang sangat rendah (kurang), sebesar 25.36% cukup dan hanya 0.48% yang kategori baik.

Hal ini sangat jauh dibawah rata-rata nasional dengan kompetensi membaca yang rendah berada pada 46.83%, sedangkan untuk rata-rata nasional kompetensi matematika yang cukup berada pada angka 47.11%, untuk yang baik berada pada 6.06%. Data ini menunjukkan bahwa kompetensi membaca di Gorontalo sangat jauh dari rata-rata angka nasional.

Yang lebih parah jika kita melihat literasi sains di Gorontalo yang terendah di Sulawesi dan terpaut 12.87% dari angka nasional. Di Gorontalo, literasi sains berada di level merah dengan angka 86.48% (kurang), level biru dalam artian cukup hanya 12.6% dan hanya 0.92% yang baik literasi sainsnya.

Data mencengangkan di Hari Pendidikan Nasional ini membuat kita semua mesti melakukan refleksi secara mendalam. Bahwa apa yang telah kita capai selama 18 tahun di Provinsi ini belumlah apa-apa. Pendidikan bukan soal bangunan dan ruang kelas, atau warna-warni seragam sekolah saja. Pada level dasar kita masih kecolongan. Banyak “busa-busa” yang terhambur keluar membahas agenda Gorontalo masa depan hingga revolusi industri 4.0 di segala bidang, namun semua itu hanya ilusi semata jika kita melihat modal dasar kita berada di titik nadir.

Jika kita melihat lebih mendalam soal data hasil riset diatas, kemungkinan besar apa yang diistilahkan oleh Howard Gardner soal Five Minds dalam bukunya “5 Minds for Future”, yakni prinsip discipline mind (kerangka dasar atau kerangka utama kecerdasan dan pemikiran) untuk pendidikan kita di Gorontalo terlihat sangat buruk. Menurut Gardner, discipline mind adalah kemampuan minimal setiap orang untuk memiliki satu disiplin ilmu atau kerangka berpikir dalam memecahkan masalah. Discipline Mind juga berarti seseorang harus selalu melatih keahliannya tersebut untuk meningkatkan performansinya.

Jika discipline mind saja sudah buruk, kemungkinan besar synthesizing mind (mensinergikan ide dan pemikiran dari disiplin ilmu yang berbeda) dan creativity mind (membuka tabir dan memecahkan masalah melalui kreativitas dan ide inovatif) juga buruk. Meskipun untuk respectful mind (penghargaan perbedaan dengan orang lain) dan ethical mind (berpikir untuk orang lain demi kepentingan bersama) bisa jadi masih ada harapan.

Data dari riset INAP ini penting untuk menjadi koreksi bagi semua kalangan jika ingin Gorontalo akan baik di masa depan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa dan bagaimana serta kemana anggaran pendidikan yang ratusan miliar dan bahkan triliunan selama ini? Kenapa tidak signifikan dengan pendidikan dasar kita di Gorontalo?

Jika pada level INAP saja pendidikan dasar di Gorontalo sudah sedemikian rendah angkanya, tentu akan lebih parah jika kita menggunakan model HOTS (higher order thinking skills) yakni model berpikir pada tingkat yang lebih tinggi daripada menghafal, atau menceritakan kembali sesuatu yang diceritakan orang lain.

Dalam kemampuan berpikir manusia, jika diurutkan akan terurai menjadi; (1). mengingat (remember); (2). memahami (understand); (3). mengaplikasikan (apply); (4). menganalisis (analyze); (5). mengevaluasi (evaluate) dan (6). mencipta (create). Pada tingkatan 1 hingga 3 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS), sedangkan pada tingkat 4 sampai 6 bisa dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

Fakta dari hasil riset ini menjadi cambuk di Hari Pendidikan Nasional. Karena itu, dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional ini, perlu kita secara bersama-sama menundukkan kepala dengan khidmat sembari meniatkan secara mendalam untuk bersama-sama memperbaiki kembali pendidikan di Gorontalo. Semoga, Gorontalo kita di masa akan datang akan lebih baik, khususnya di sektor pendidikan.

Yang lebih parah jika kita melihat literasi sains di Gorontalo yang terendah di Sulawesi dan terpaut 12.87% dari angka nasional. Di Gorontalo, literasi sains berada di level merah dengan angka 86.48% (kurang), level biru dalam artian cukup hanya 12.6% dan hanya 0.92% yang baik literasi sainsnya.

Data mencengangkan di Hari Pendidikan Nasional ini membuat kita semua mesti melakukan refleksi secara mendalam. Bahwa apa yang telah kita capai selama 18 tahun di Provinsi ini belumlah apa-apa. Pendidikan bukan soal bangunan dan ruang kelas, atau warna-warni seragam sekolah saja. Pada level dasar kita masih kecolongan. Banyak “busa-busa” yang terhambur keluar membahas agenda Gorontalo masa depan hingga revolusi industri 4.0 di segala bidang, namun semua itu hanya ilusi semata jika kita melihat modal dasar kita berada di titik nadir.

Jika kita melihat lebih mendalam soal data hasil riset diatas, kemungkinan besar apa yang diistilahkan oleh Howard Gardner soal Five Minds dalam bukunya “5 Minds for Future”, yakni prinsip discipline mind (kerangka dasar atau kerangka utama kecerdasan dan pemikiran) untuk pendidikan kita di Gorontalo terlihat sangat buruk. Menurut Gardner, discipline mind adalah kemampuan minimal setiap orang untuk memiliki satu disiplin ilmu atau kerangka berpikir dalam memecahkan masalah. Discipline Mind juga berarti seseorang harus selalu melatih keahliannya tersebut untuk meningkatkan performansinya.

Jika discipline mind saja sudah buruk, kemungkinan besar synthesizing mind (mensinergikan ide dan pemikiran dari disiplin ilmu yang berbeda) dan creativity mind (membuka tabir dan memecahkan masalah melalui kreativitas dan ide inovatif) juga buruk. Meskipun untuk respectful mind (penghargaan perbedaan dengan orang lain) dan ethical mind (berpikir untuk orang lain demi kepentingan bersama) bisa jadi masih ada harapan.

Data dari riset INAP ini penting untuk menjadi koreksi bagi semua kalangan jika ingin Gorontalo akan baik di masa depan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa dan bagaimana serta kemana anggaran pendidikan yang ratusan miliar dan bahkan triliunan selama ini? Kenapa tidak signifikan dengan pendidikan dasar kita di Gorontalo?

Jika pada level INAP saja pendidikan dasar di Gorontalo sudah sedemikian rendah angkanya, tentu akan lebih parah jika kita menggunakan model HOTS (higher order thinking skills) yakni model berpikir pada tingkat yang lebih tinggi daripada menghafal, atau menceritakan kembali sesuatu yang diceritakan orang lain.

Dalam kemampuan berpikir manusia, jika diurutkan akan terurai menjadi; (1). mengingat (remember); (2). memahami (understand); (3). mengaplikasikan (apply); (4). menganalisis (analyze); (5). mengevaluasi (evaluate) dan (6). mencipta (create). Pada tingkatan 1 hingga 3 dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS), sedangkan pada tingkat 4 sampai 6 bisa dikategorikan sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

Fakta dari hasil riset ini menjadi cambuk di Hari Pendidikan Nasional. Karena itu, dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional ini, perlu kita secara bersama-sama menundukkan kepala dengan khidmat sembari meniatkan secara mendalam untuk bersama-sama memperbaiki kembali pendidikan di Gorontalo. Semoga, Gorontalo kita di masa akan datang akan lebih baik, khususnya di sektor pendidikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *