Jika kita menghitung sejak Oktober ini, berarti tinggal 56 hari lagi kita akan menyaksikan siapa yang akan memimpin Provinsi Gorontalo dan Kabupaten/Kota se Gorontalo.
Siapapun yang pada hari-hari belakangan ini telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan Kab/Kota hingga mendapatkan nomor urut, akan ditentukan nasibnya pada 56 hari lagi, pada 27 November 2024.
56 hari bukanlah waktu yang panjang, karena jika aktifitas setiap kandidat dalam melakukan kampanye, menyampaikan gagasan hingga persiapan untuk debat kandidat hanya sekitar 10 jam per hari, maka sisa hari hanyalah 23 hari lagi.
Momen 23 hari ini sangatlah tipis. Apalagi jika kita urai per pada setiap kandidat yang ada, belum ada pengumuman hasil survey yang menyatakan ada kandidat yang sudah memiliki elektabilitas diatas 50 %, maka semua berpotensi dan berpeluang.
Dari kesemuan kandidat yang ada, terlihat bahwa belum ada yang menonjol dari segiĀ (1). tingkat keterkenalan, ketersukaan hingga bahkan keterpilihan yang diatas 50 %, (2). dukungan partai yang solid dan mengakar serti mesinnya yang beroperasi secara maksimal, (3). memiliki pola komunikasi yang lancar, (4), memiliki basis wilayah dan komunitas yang solid, hingga (5). memiliki sumber daya yang cukup.
Pada lima hal ini, kandidat-kandidat yang sudah digaungkan di media, rata-rata belum memiliki keempat komponen dimaksud. Ada yang sudah memiliki partai, tapi partainya tidak solid, ada yang cara berkomunikasinya baik, tetapi sumber daya terbatas. Ada yang sumber daya tidak terbatas tapi masih terkendala dukungan partai yang tidak solid hingga tim sukses yang masih kurang maksimal. Hingga ada yang tidak memiliki keempatnya, kecuali niat. Selain itu, ada yang masih mengandalkan nama besar, walaupun nama baik sudah sangat minimal.
Karena itu, berangkat dari pengalaman pilkada, hingga apa yang harius disiapkan untuk mendapatkan dukungan maksimal, maka bagi setiap kandidat harus maksimal dalam 23 hari kedepan.
Dari kesemua hal diatas, ada yang mulai jarang dibicarakan dan dijadikan syarat utama pencalonan, yakni gagasan dan ide membangun daerah yang nantinya akan dimasukkan pada visi misi kandidat.
Padahal, inti proses elektoral dan kandidasi adalah menyeleksi gagasan dan ide, sejauhmana ide dan gagasan tersebut bisa menyelesaikan masalah daerah hingga bagaimana ide dan gagasan tersebut mudah diterapkan, bukan hanya ilusi dan utopia.
Sayangnya, substansi ini cenderung dikesampingkan, partai-partai termasuk calon, bahkan ada yang menyusun dokumen visi minya sangat terbatas, hanya beberapa lembar kertas. Bahkan baru akan mempersiapkan hal tersebut jika nanti sudah pada tahapan debat.
Karenanya, sisa waktu ini mesti dikerjakan secara komprehensif dan matang, agar kualitas kandidat yang maju bukanlah yang abal-abal, tapi memiliki legitimasi kuat dengan modal elektoral yang tinggi, sumber daya yang cukup, komunikasi politik yang matang hingga gagasan yang bisa membawa pada kesejahteraan.
Leave a Reply