33 tahun lagi bukan waktu singkat. Ia adalah tantangan sekaligus panggilan. Anak cucu kita yang berada di masa depan memanggil nurani setiap anak bangsa Gorontalo agar mulai merenung, berefleksi, menelaah diri, dan menyegerakan untuk mengubah haluan dari banyak salah dan khilaf.
77 tahun adalah momentum mengingat. Bahwa apa yang telah kita raih dengan tengadah tidak lain adalah warisan. Bahwa Gorontalo bukanlah hanya tempat lahir dan tinggal. Gorontalo adalah sebuah amanah. Amanah dari dua sisi; dari masa lalu, masa pejuang tanah ini telah menumpahkan darah dan air mata mereka, dan dari masa depan, masa dimana anak cucu kita penuh harap dan menanti adanya keteladanan, sejarah emas, yang tidak malu-maluin untuk mereka ceritakan ke seluruh jagat.
Kita berada di persimpangan jalan sejarah; mencatat kebejatan atau menulis kegemilangan. Jika kita menulis sejarah kebejatan, tentu kita akan membubuhkan sejarah kedunguan; Dungupolitan. Dan akan berbeda jika kita menulis sejarah kegemilangan; Madinahpolitan. Semua ini berpulang pada kita semua, dan masa depan masih terbuka untuk ditulis.
Karena itu, kita harus memaksa, kita harus meyakinkan dan sekaligus mesti menegaskan arah baru Gorontalo jelang 100 Tahun Hari Patriotik 23 Januari 2042, bahwa Gorontalo harus kembali ditegaskan untuk menjadi apa yang dicita-citakan, apa yang telah diniatkan dan didoakan; Serambi Madinah.
Leave a Reply